7 April 2009

KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA DI PERDESAAN: KONSEP DAN UKURAN

Tim penelitian
Ketahanan pangan dan kemiskinan dalam konteks demografi
Puslit Kependudukan -LIPI
Berdasarkan definisi ketahanan pangan dari FAO (1996) dan UU RI No. 7 tahun 1996, yang mengadopsi definisi dari FAO, ada 4 komponen yang harus dipenuhi untuk mencapai kondisi ketahanan pangan yaitu:
1. kecukupan ketersediaan pangan;
2. stabilitas ketersediaan pangan tanpa fluktuasi dari musim ke musim atau dari tahun ke tahun.
3. aksesibilitas/keterjangkauan terhadap pangan serta
4. kualitas/keamanan pangan
Keempat komponen tersebut akan digunakan untuk mengukur ketahanan pangan di tingkat rumah tangga dalam studi ini. Keempat indikator ini merupakan indikator utama untuk mendapatkan indeks ketahanan pangan. Ukuran ketahanan pangan di tingkat rumah tangga dihitung bertahap dengan cara menggambungkan keempat komponen indikator ketahanan pangan tersebut, untuk mendapatkan satu indeks ketahanan pangan.
Kecukupan ketersediaan pangan
Ketersediaan pangan dalam rumah tangga yang dipakai dalam pengukuran mengacu pada pangan yang cukup dan tersedia dalam jumlah yang dapat memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga. Penentuan jangka waktu ketersediaan makanan pokok di perdesaan (seperti daerah penelitian) biasanya dilihat dengan mempertimbangkan jarak antara musim tanam dengan musim tanam berikutnya (Suharjo dkk, 1985:45). Perbedaan jenis makanan pokok yang dikomsumsi antara dua daerah membawa implikasi pada penggunaan ukuran yang berbeda, seperti cotoh berikut ini.
(a) Di daerah dimana penduduknya mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok (seperti Provinsi Lampung) digunakan cutting point 240 hari sebagai batas untuk menentukan apakah suatu rumah tangga memiliki persediaan makanan pokok cukup/tidak cukup. Penetapan cutting point ini didasarkan pada panen padi yang dapat dilakukan selama 3 kali dalam 2 tahun. Pada musim kemarau, dengan asumsi ada pengairan, penduduk dapat musim tanam gadu, yang berarti dapat panen 2 kali dalam setahun. Tahun berikutnya, berarti musim tanam rendeng, dimana penduduk hanya panen 1 kali setahun karena pergantian giliran pengairan. Demikian berselang satu tahun penduduk dapat panen padi 2 kali setahun sehingga rata-rata dalam 2 tahun penduduk panen padi sebanyak 3 kali.
(b) Di daerah dengan jenis makanan pokok jagung (seperti Provinsi Nusa Tenggara Timur) digunakan batas waktu selama 365 hari sebagai ukuran untuk menentukan apakan rumah tangga mempunyai ketersediaan pangan cukup/tidak cukup. Ini didasarkan pada masa panen jagung di daerah penelitian yang hanya dapat dipanen satu kali dalam tahun.
Disadari bahwa ukuran ketersediaan pangan yang mengacu pada jarak waktu antara satu musim panen dengan musim panen berikutnya hanya berlaku pada rumah tangga dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian pokok. Dengan kata lain, ukuran ketersediaan makanan pokok tersebut memiliki kelemahan jika diterapkan pada rumah tangga yang memiliki sumber penghasilan dari sektor non-pertanian.
Dengan demikian kondisi ketersediaan pangan dapat diukur sebagai berikut:
Untuk Provinsi Lampung, sebagai contoh, dengan beras sebagai makanan pokok:
• Jika persediaan pangan rumah tangga >/= 240 hari, berarti pesediaan pangan rumah tangga cukup
• Jika persediaan pangan rumah tangga antara 1-239hari, berarti pesediaan pangan rumah tangga kurang cukup
• Jika rumah tangga tidak punya persediaan pangan, berarti pesediaan pangan rumah tangga tidak cukup.
Untuk Provinsi NTT, sebagai contoh, dengan jagung sebagai makanan pokok:
• Jika persediaan pangan rumah tangga >/= 365 hari, berarti pesediaan pangan rumah tangga cukup
• Jika persediaan pangan rumah tangga antara 1-364hari, berarti pesediaan pangan rumah tangga kurang cukup
• Jika rumah tangga tidak punya persediaan pangan, berarti pesediaan pangan rumah tangga tidak cukup
Stabilitas ketersediaan
Stabilitas ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga diukur berdasarkan kecukupan ketersediaan pangan dan frekuensi makan anggota rumah tangga dalam sehari. Satu rumah tangga dikatakan memiliki stabilitas ketersediaan pangan jika mempunyai persediaan pangan diatas cutting point (240 hari untuk Provinsi Lampung dan 360 hari untuk Provinsi NTT) dan anggota rumah tangga dapat makan 3 (tiga) kali sehari sesuai dengan kebiasaan makan penduduk di daerah tersebut.
Dengan asumsi bahwa di daerah tertentu masyarakat mempunyai kebiasaan makan 3 (tiga) kali sehari, frekuensi makan sebenarnya dapat menggambarkan keberlanjutan ketersediaan pangan dalam rumah tangga. Dalam satu rumah tangga, salah satu cara untuk mempertahankan ketersediaan pangan dalam jangka waktu tertentu adalah dengan mengurangi frekuensi makan atau mengkombinasikan bahan makanan pokok (misal beras dengan ubi kayu). Penelitian yang dilakukan PPK-LIPI di beberapa daerah di Jawa Barat juga menemukan bahwa mengurangi frekuensi makan merupakan salah satu strategi rumah tangga untuk memperpanjang ketahanan pangan mereka (Raharto, 1999; Romdiati, 1999).
Penggunaan frekuensi makan sebanyak 3 kali atau lebih sebagai indikator kecukupan makan didasarkan pada kondisi nyata di desa-desa (berdasarkan penelitian PPK-LIPI), dimana rumah tangga yang memiliki persediaan makanan pokok ‘cukup’ pada umumnya makan sebanyak 3 kali per hari. Jika mayoritas rumah tangga di satu desa, misalnya, hanya makan dua kali per hari, kondisi ini semata-mata merupakan suatu strategi rumah tangga agar persediaan makanan pokok mereka tidak segera habis, karena dengan frekuensi makan tiga kali sehari, kebanyakan rumah tangga tidak bisa bertahan untuk tetap memiliki persediaan makanan pokok hingga panen berikutnya.
Lebih lanjut, kombinasi antara ketersediaan makanan pokok dengan frekuensi makan (3 kali per hari disebut cukup makan, 2 kali disebut kurang makan, dan 1 kali disebut sangat kurang makan) sebagai indikator kecukupan pangan, menghasilkan indikator stabilitas ketersediaan pangan yang dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1 : Penetapan indikator stabilitas ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga (dengan contoh Kabupaten di Provinsi Lampung dan NTT)

Kecukupan ketersediaan pangan Frekuensi makan anggota rumah tangga
> 3 kali 2 kali 1 kali
> 240 hari Stabil Kurang stabil Tidak stabil
> 360 hari
1 -239 hari Kurang stabil Tidak stabil Tidak stabil
1 – 364 hari
Tidak ada persediaan Tidak stabil Tidak stabil Tidak stabil

Aksesibilitas/keterjangkauan terhadap pangan
Indikator aksesibilitas/keterjangkauan dalam pengukuran ketahanan pangan di tingkat rumah tangga dilihat dari kemudahan rumahtangga memperoleh pangan, yang diukur dari pemilikan lahan (missal sawah untuk provinsi Lampung dan ladang untuk provinsi NTT) serta cara rumah tangga untuk memperoleh pangan. Akses yang diukur berdasarkan pemilikan lahan dikelompokkan dalam 2 (dua) kategori:
• Akses langsung (direct access), jika rumah tangga memiliki lahan sawah/ladang
• Akses tidak langsung (indirect access) jika rumah tangga tidak memiliki lahan sawah/ladang.
Cara rumah tangga memperoleh pangan juga dikelompokkan dalam 2 (dua) kateori yaitu: (1) produksi sendiri dan (2) membeli. Indikator aksesibilitas/keterjangkauan rumah tangga terhadap pangan dikelompokkan dalam kategoti seperti pada tabel berikut:
Tabel 2 : Penetapan indikator aksesibilitas/keterjangkauan pangan di tingkat rumah tangga

Pemilikan sawah/ladang : Cara rumah tangga memperoleh bahan pangan :
Punya : Akses langsung : Akses tidak langsung :
Tidak punya : Akses tidak langsung :

Dari pengukuran indikator aksesibilitas ini kemudian diukur indikator stabilitas ketersedian pangan yang merupaan penggabungan dari stabilitas ketersediaan pangan dan aksesibilitas terhadap pangan. Indikator stabilitas ketersediaan pangan ini menunjukkan suatu rumah tangga apakah:
• Mempunyai persediaan pangan cukup
• Konsumsi rumah tanga normal dan
• Mempunyai akses langsung tarhadap pangan

Kualitas/Keamanan pangan

Kualitas/keamanan jenis pangan yang dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan gizi. Ukuran kualitas pangan seperti ini sangat sulit dilakukan karena melibatkan berbagai macam jenis makanan dengan kandungan gizi yang berbeda-beda., sehingga ukuran keamanan pangan hanya dilihat dari ‘ada’ atau ‘tidak’nya bahan makanan yang mengandung protein hewani dan/atau nabati yang dikonsumsi dalam rumah tangga. Karena itu, ukuran kualitas pangan dilihat dari data pengeluaran untuk konsumsi makanan (lauk-pauk) sehari-hari yang mengandung protein hewani dan/atau nabati. Berdasarkan kriteria ini rumah tangga dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori, yaitu:
1. Rumah tangga dengan kualitas pangan baik adalah rumah tangga yang memiliki pengeluaran untuk lauk-pauk berupa protein hewani dan nabati atau protein hewani saja.
2. Rumah tangga dengan kualitas pangan kurang baik adalah rumah tangga yang memiliki pengeluaran untuk lauk-pauk berupa protein nabati saja.
3. Rumah tangga dengan kualitas pangan tidak baik adalah rumah tangga yang tidak memiliki pengeluaran untuk lauk-pauk berupa protein baik hewani maupun nabati.
Ukuran kualitas pangan ini tidak mempertimbangkan jenis makanan pokok. Alasan yang mendasari adalah karena kandungan energi dan karbohidrat antara beras, jagung dan ubi kayu/tiwul sebagai makanan pokok di desa-desa penelitian tidak berbeda secara signifikan.

Indeks ketahanan pangan

indeks ketahanan pangan dihitung dengan cara mengkombinasikan keempat indikator ketahanan pangan (ketersediaan pangan, stabilitas ketersediaan pangan, keberlanjutan dan kualitas/keamanan pangan) Kombinasi antara kecukupan ketersediaan pangan dan frekuensi makan memberikan indikator stabilitas ketersediaan pangan. Selanjutnya kombinasi antara stabilitas ketersediaan pangan dengan akses terhadap pangan memberikan indikator kontinyuitas ketersediaan pangan. Indeks ketahanan pangan diukur berdasarkan gabungan antara indikator kontinyuitas ketersediaan pangan dengan kualitas /keamanan pangan.

1 komentar:

  1. terima kasih atas bahannya....
    saya punya satu pertanyaan.
    bagaimana jika di suatu wilayah yang terkena bencana seperti tsunami. sementara mereka tidak memiliki lahan pertanian. dan bahan makananpun masih bersumberkan pada bantuan yang diberikan pemerintah atau LSM yang ada disana
    mohon jawabannya,,,, terima kasih,,,

    BalasHapus

ayoo kasih komen yaa.. ^^